Kamis, 10 Maret 2011

KISRUH PSSI DISOROT DUNIA

Kisruh PSSI Disorot Dunia

Jum'at, 4 Maret 2011 - 14:18 wib
text TEXT SIZE :  
Share
Achmad Firdaus - Okezone
Foto: Dok. Okezone
Foto: Dok. Okezone
JAKARTA - Kekisruhan yang tengah melanda sepakbola Indonesia ternyata sudah meluas hingga panggung internasional. Salah satu media terbesar di Amerika Serikat, New York Times bahkan juga ikut menyoroti kisruh di PSSI. Adalah Aubrey Belford, salah seorang jurnalis di NY Times yang mengangkat polemik yang tengah terjadi di PSSI, terkait pemilihan calon ketua umum baru periode 2011-2015. Dalam artikelnya kali ini, Aubrey juga menyoroti sikap Ketua Umum saat ini Nurdin Halid yang keukeuh menolak mundur dan terkesan ingin kembali menjabat sebagai Ketum untuk ketiga kalinya. Aubrey menilai, Nurdin merupakan sosok pemimpin diktator yang tidak bisa mendengar suara masyarakat pecinta sepakbola di Ibukota maupun daerah yang belakangan ini tak henti-hentinya menyuarakan agar dirinya segera meletakan jabatan. Padahal, dalam statuta FIFA sudah jelas bahwa latar belakang pria asal Bugis ini tidak memenuhi syarat sebagai ketua. Nurdin diketahui sempat dihukum penjara lantaran kasus korupsi. Dalam tulisannya tertanggal 3 Maret kemarin, Aubrey juga menceritakan tentang kegagalan dua bakal calon (balon) ketua umum yakni KSAD Jenderal George Toisutta dan Arifin Panigoro lolos verifikasi. Dinilainya, kegagalan kedua sosok diatas tak lepas dari peran Nurdin yang tak ingin kalah, karena sadar Toisutta dan Arifin mendapat dukungan dari masyarakat. Terakhir, Aubrey juga membeberkan isi pernyataan yang dilontarkan Nurdin dalam sidang dengan pendapat dengan anggota Komisi X DPR RI, Selasa kemarin. Salah satu yang paling mencolok adalah saat Nurdin menangis dan mengaku sempat diancam dibunuh oleh salah satu petinggi negara. Untuk menguatkan artikelnya ini, New York Times dalam hal ini Aubrey menunjuk pengamat sepakbola, Tondo Widodo yang notabene mantan anggota PSSI, sebagai narasumber. Tondo sendiri mengakui bahwa kisruh yang tengah terjadi di PSSI dan maraknya aksi demo menuntut Nurdin turun, merupakan titik kulminasi masyarakat yang sudah muak dengan kepemimpinan Nurdin selama sembilan tahun terakhir, namun tanpa prestasi. “Anda tanya saja pada semua orang di jalan, mereka tidak harus seorang yang intelek, anda juga bisa tanya kepada sopir taksi. Mereka semua pasti malu. Mereka tidak suka dengan apa yang telah dilakukan Nurdin dan kroni-kroninya selama memimpin PSSI,” pungkasnya. Merujuk pada putusan rapat Eksekutif Komite (EXCO) FIFA, kemarin, yang meminta PSSI untuk segera membentuk komite pemilihan yang independen dan melakukan pemilihan ketua sebelum 30 April mendatang, maka bisa dikatakan, nasib Nurdin dan seluruh kroninya hanya tinggal menunggu waktu saja. (acf)

Krisis Politik di Mesir Pengaruhi Ekspor Indonesia

Berita RSS Feeds RSS

Krisis Politik di Mesir Pengaruhi Ekspor Indonesia

Gejolak politik di Mesir, menurut Kadin, akan menurunkan nilai ekspor Indonesia ke salah satu negara tujuan ekpor terbesar tersebut.
Asap mengepul dari pusat perbelanjaan Arcadia, yang dijarah, dirusak dan dibakar oleh massa di Kairo, Minggu (1/30)
Foto: AP
Asap mengepul dari pusat perbelanjaan Arcadia, yang dijarah, dirusak dan dibakar oleh massa di Kairo, Minggu (1/30)

Teruskan dengan

Berita Terkait

Nilai ekspor Indonesia ke Mesir, yang mulai berlangsung sejak tahun 2000, mencapai sekitar 700 juta dolar AS setiap tahunnya. Puncaknya, menurut Ketua Kadin untuk kawasan Timur Tengah Fachri Thalib adalah di tahun 2008, di mana ekspor Indonesia ke Mesir tercatat mencapai satu milyar dolar. Angka tersebut masih bertahan hingga saat ini, menjadikan Mesir sebagai negara Timur Tengah tujuan ekspor terbesar ketiga bagi Indonesia, setelah Turki dan Saudi Arabia.
Namun menurut Fachri, memanasnya suhu politik di Mesir dipastikan akan menurunkan nilai ekspor Indonesia ke Mesir tahun ini, walaupun ia tak dapat memperkirakan seberapa besar penurunannya.
“Dengan adanya kerusuhan ataupun ketidaknyamanan di Mesir, tentunya eksportir kita dari sini menahan dulu barang-barang yang akan diekspor. Tapi, ini berdasarkan saling pengertian saja antara importir dan eksportir," ujar Fachri sembari menambahkan antisipasi dari pengusaha bukanlah reaksi resmi dari pemerintah.

Meski akan mengalami penurunan, menurut Fachri, kegiatan ekspor dari Indonesia ke Mesir tidak akan mengalami resiko yang terlampau mengkhawatirkan seperti kerusakan barang atau tidak dibayarnya transaksi ekspor-impor.
Ekspor terbesar Indonesia ke Mesir adalah meubel, lalu kertas, ban dan tekstil. Sementara itu, impor dari Mesir ke Indonesia rata-rata per tahun benilai 300 juta dolar AS, yang sebagian besar berupa makanan, terutama kurma.

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Manajemen Berbasis Sekolah
Website ini merupakan bagian dari Pendidikan Network Indonesia dan tujuan utama kami adalah pengembangan pendidikan di Indonesia. Tetapi, kami sudah menerima beberapa surat yang mengucapkan terima kasih dari konsultan-konsultan pendidikan yang sedang bekerja di negara lain yang sedang berkembang. Kami ingin mengumpulkan sebanyak mungkin informasi praktis dari mereka yang berpengalaman di lapangan - supaya dapat digunakan oleh semua negara yang sedang berkembang (developing country). Di bidang pendidikan, negara mana yang tidak dapat disebut developing country?
Sebelum desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal. Sekolah-sekolah ini, sebagian yang didaftar (sebelah kiri), disebut sebagai pelopor, dan perkembangannya sebenarnya cukup hebat. Kepala sekolah juga termasuk berani kalau kita melihat keadaan lingkungan dan paradigma sistem manajemen pendidikan saat itu.

Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia kami mulai dapat melihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Proses MBS tidak dapat disebut baru di Indonesia, tetapi pelaksanaan sekarang dibuktikan dapat mengubah kebudayaan dan sistem supaya pengembangannya menjadi efektif dan "sustainable".

Apa yang membuat implementasi sekarang menjadi efektif?
Dasarnya adalah - Manajemen implementasi yang bagus. Seperti semua inisiatif yang lain, manajemen yang bagus adalah kunci untuk implementasi yang afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan kebudayaan organisasi, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan sebelumnya, seperti kita sudah melihat dulu setelah kepala sekolah yang mendorong prosesnya dipindahkan ke sekolah yang lain.

Untuk implementasi yang bagus semua stakeholder harus sangat mengerti peran mereka masing-masing. Sesuai dengan etos MBS peran mereka tidak dapat dipastikan dari awal secara hitam di atas putih, mereka perlu, secara proses terbuka, mendiskusikan dan menukar pikiran supaya peran mereka yang paling mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan. Di dalam program baru, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior, semua stakeholder walau mereka adalah Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik untuk membantu stakeholder yang lain maupun keperluan mereka sendiri. Sekarang, yang juga sangat mendukung prosesnya adalah kita sekalian mengimplementasikan PAKEM (Contextual Learning).
PAKEM - Contextual Learning

Bila proses-proses di atas sudah diikuti dengan baik, dan berjalan secara efektif kita seharusnya dapat melihat situasi pengajaran dan pelajaran yang lebih baik, tetapi bila kita tidak mulai menghadapi hal cara siswa kita belajar, dan apa yang mereka pelajari keuntungan mungkin tidak dapat dilihat dari hasil karya mereka (outcomes). Yang pertama, apa maksud kami "apa yang mereka pelajari". Maksud kami bukan kurikulum, kurikulumnya tidak akan diubah. Yang kami maksud adalah mereka perlu mulai belajar mengenai cara mereka belajar (learning how to learn), cara belajar secara penemuan (discovery), secara kreatif, analisa, dan kritis, supaya mereka dapat menjadi pelajar selama hidup (life-long learners) yang efektif.
Bacaan tertarik: Untuk apa pendidikan?

Yang kedua, "cara siswa kita belajar", apa itu PAKEM (Contextual Learning)?
"A conception that helps teachers relate subject matter content to real world situations and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers." (BEST, 2001).
Satu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa/i untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan karyawan-karyawan.

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Fokus PAKEM adalah pada kegiatan siswa di dalam bentuk group, individu, dan kelas, partisipasi di dalam proyek, penelitian, penelidikan, penemuan, dan beberapa macan strategi yang hanya dibatas dari imaginasi guru.
What Is A Quality Education?
Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang Bermutu, dengan Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan "Well Balanced" (seimbang, dengan banyak macam keterampilan termasuk teknologi), yang Diimplementasikan secara PAKEM adalah solusi utama untuk menyiapkan anak-anak kita untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan.

ILMU TEKHNO;OGI PENDIDIKAN

Ilmu Teknologi Pendidikan

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
Sebelum kita dapat membahas isu-isu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) kita perlu membahas secara lebih dalam isu-isu dan prioritas untuk pendidikan yang bermutu dan tujuannya KBM dalam proses mengarah ke pendidikan yang bermutu.

Apakah tujuan KBM adalah untuk menyampaikan informasi tertentu (pengetahuan) atau mengajar salah satu "skill" (keterampilan) kepada pelajarnya? Atau ada tujuan yang lebih luas?

Kami masih ingat pada waktu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) baru muncul di Indonesia secara formal. Di lapangan banyak guru sedang bingung. Bingung karena ada beberapa hal termasuk banyak kompetensi yang disebut dalam kurikulum yang bukan kompetensi, atau sangat sulit diukur. Salah satu masalah besar adalah guru-guru bingung karena mereka tidak dapat percaya bahwa mereka akan punya cukup waktu untuk mengajar les masing-masing untuk menyampaikan dan "assess" (menilaikan) begitu banyak kompetensi.

Padahal ini bukan masalah karena kita tidak perlu mengajar kompetensi-kompetensi itu masing-masing. Di dalam satu kelas kita dapat mengajar beberapa kompetensi sekalian dan juga assess beberapa kompetensi sekalian.

Sebenarnya di setiap kelas kita wajib untuk mengajar sebanyak kompetensi mungkin dalam waktunya bila memakai KBK atau tidak.

Apa itu Pendidikan Yang Bermutu?

Sebetulnya ada banyak definisi untuk pendidikan yang bermutu tetapi kami merasa bahwa definisi ini dari UNICEF (di bawah) adalah cukup lengkap:
  • Pelajar yang sehat, mendapat makanan bergizi yang cukup dan siap berpartisipasi dalam proses belajar, yang didukung dalam proses pembelajaran oleh keluarga dan linkungannya.
  • Environmen yang sehat, aman, melindungi dan "gender-sensitive", dan menyediakan sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas yang cukup.
  • Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar "basic skills", khusus "literacy, numeracy and skills for life", dan pengetahuan mengenai isu-isu seperti "gender, health (kesehatan), nutrisi, HIV/AIDS prevention and peace (kedamaian)".
  • Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran "child centered" di kelas dan sekolah yang di-manage dengan baik dan di mana ada penilaian yang baik untuk melaksanakan pembelajaran dan menurunkan isu-isu perbedaan.
  • Outcomes yang termasuk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap, dan berhubungan dengan tujuan-tujuan (goals) nasional untuk pendidikan dan partisipasi sosial yang positif.
Bagaimana kita dapat melaksanakan Pendidikan yang Bermutu di Indonesia? Yang pertama kita harus sadar bahwa kesehatan adalah isu pendidikan. Itu sebabnya Pendidikan Network mempunyai bagian berita khusus "Pendidikan & Kemiskinan" karena isu-isu kemiskinan dan kesehatan adalah dua faktor yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan (untuk semua) di negara kita.

"Environmen yang sehat" Puluhan ribu sekolah di negara kita adalah rusak atau ambruk. Kalau kita menuju pendidikan yang bermutu "untuk semua" ini harus sebagai prioritas utama terhadap keadilan di bidang pendidikan. Walapun sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas adalah isu yang sangat penting semua siswa-siswi di Indonesia berhak untuk mengakses sekolah yang aman dan nyaman.

"Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar basic skills". Kurikulum adalah isu yang terus perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi untuk menghadapi masa depan dengan keberanian dan kreativitas, kalau negara kita berharap kemajuan.

Biasanya ada tiga kurikulum sebetulnya; kurikulum nasional, kurikulum daerah (mungkin konten lokal termasuk bahasa), dan kurikulum sekolah (mencerminkan keinginan dan kebutuhan lingkungan sekolah termasuk masyarakat dan industri). Kurikulum sekolah adalah isu yang sangat penting dan dapat di bentukkan dalam kegiatan ekstra-kurikular untuk menambah pembelajaran agama, sosial, kemandirian, keterampilan yang berhubungan dengan industri lokal (kejuruan), dll. Kurikulum sekolah dapat sangat membantu dengan isu-isu mutu SDM.

"Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran child centered"
Apa maksudnya "child centered"? Child centered adalah sistem pembelajaran di mana fokus pembelajaran adalah dengan pelajar bukan guru. Guru sebagai fasilitator atau manajer proses pembelajaran. Misalnya di TK guru-guru sering mengajar anak-anak lewat kegiatan mainan. Di dalam kegiatan-kegiatan ini adalah pembelajaran misalnya pembelajaran isu sosial, hitung, bergambar, cerita dalam kata-kata sendiri, keterampilan kreativitas, dll.

Di tingkat SD sampai SMP sudah ada banyak contoh dan bukti penghasilan dari proses "Child Centered Learning" yang disebut Pengajaran Aktif, Kreatif, Efektif yang Menyenangkan (PAKEM) atau Pembelajaran Kontekstual di situs Basic Education (MBE).

Di tingkat SMU kita masih dapat menyaksikan banyak kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah menengah yang belum Student Centered. Mungkin karena masih banyak guru belum kenal dengan proses, atau seperti kami sudah mendengar di lapangan bahwa guru-guru masih ragu-ragu bahwa mereka dapat selesai menyampaikan kurikulum dalam waktunya kalau menggunakan proses PAKEM. Padahal lewat proses PAKEM siswa-siswi dapat belajar sangat cepat maupun enjoy (nikmat) pembelajaran sambil menambah pembelajaran "life skills" misalnya manajemen, kemandirian, penelitian, dll, sambil belajar topik utama#.

#Ingat di atas bahwa kami sebut "di setiap kelas kita wajib untuk mengajar sebanyak kompetensi mungkin dalam waktunya bila memakai KBK atau tidak"

Ini adalah salah satu isu yang sangat membedakan sekolah nasional dengan sekolah internasional. Beberapa sekolah nasional sudah melaksanakan proses pembelajaran kontekstual misalnya Madania di Parung, Bogor, Jawa Barat.

Di Perguruan Tinggi kita dapat menyaksikan kegiatan belajar mengajar di kebanyakan kelas yang paling pasif. Proses pembelajarannya biasanya sangat 'dosen centered' dengan mahasiswa/i dalam keadaan DM (duduk manis) dan jarang terkait dalam proses pembelajaran.

Apakah harus begini? Pasti Tidak!

Dosen-dosen, sama dengan guru-guru di sekolah, wajib untuk mengaktifkan mahasiswa/i dalam proses pembelajaran. Kita perlu menggunakan strategi-strategi, walapun kelasnya adalah besar, di mana mahasiswa/i adalah seaktif mungkin dalam proses pembelajaran.

Apakah anda yang dosen yang membaca ini pernah ikut program seminar yang ceramah atau pidato sepanjang hari? Apakah anda ingin tidur atau pulang? Sekarang kebanyakan presenter menggunakan laptop dan data projector. Apakah ada bedanya? Setelah dua atau tiga presentasi apa anda ingin tidur atau pulang juga? Sama saja kan?

TRADISI MENULIS DI ACEH

PADA paruh abad 16 di Aceh telah muncul penulis berkaliber dunia, yaitu Hamzah Fansuri, yang kemudian diikuti pula oleh murid-muridnya seperti Syamsuddin As-sumatrani. Kiprah, kejayaan, dan kemasyhuran Hamzah dan penulis setelahnya ini tidak terlepas dari perhatian dan andil besar sang Sultan sendiri yang berkuasa pada masa itu.

Kepentingan akan literatur ini disadari sepenuhnya oleh pemerintah. Selain  untuk mengembangkan agama dan pengukuhan pengaruh, sastra juga berperan besar dalam membentuk pamor dan gengsi kekuasaan dan marwah negara. Kewibawaan karya Hamzah semakin menguatkan sendi pemerintahan Aceh pada masa kesultanan Sri Sultan Perkasa Alam, atau yang lebih kita kenal Sultan Iskandar Muda.

Pada masa itu Aceh berada dalam tataran bangsa-bangsa kuat di dunia, bahkan bangsa Peringgi (Eropa) tiada kuasa menaklukkan Aceh setelah berkali-kali berusaha menyerang. Selain memiliki kekuatan pertahanan, siasat, dan taktik perang, kedudukan dan kekukuhan benteng Lamuri juga sulit ditembus serangan meriam pasukan kapal-kapal musuh.

Selain dari itu, tentu karena Lamuri berada dalam kendali orang-orang cerdik pandai meskipun berjumlah tidak terlalu banyak, yang selalu menjadi panasihat Sri Sultan dalam menentukan kebijakan dan menutuskan banyak perkara. Orang yang paham akan pemerintahan niscaya tidak sembarangan dalam berbicara dan bertindak, apalagi seenak dirinya sendiri.

Orang-orang cerdik pandai ini juga telah menulis kitab-kitab dalam bahasa Melayu-Jawi, baik tentang agama, mujarobat, peraturan dan adat, peraturan bercocok tanam, dan sebagainya; juga dalam kemahiran pertukangan seperti pandai besi yang menempa senjata, pembuat hiasan tembaga, emas, suasa, perak, dan perunggu, ukiran-ukiran pada bangunan, dan sebagainya. Sultan merekrut dan mempekerjakan mereka menurut kadar kemampuan untuk kepentingan kerajaan (Baca: Kerajaan Aceh, Denish Lombart).

Karkun (juru tulis istana) juga punya kedudukan penting yang bertugas menulis sesuatu kejadian setiap harinya, baik di istana, pelabuhan, dan di lahan pertanian-yang berarti semua peristiwa yang berlangsung selalu dalam kontrol mereka. Bahkan kedudukan Hamzah Fansuri, menurut sejumlah sejarawan dan tokoh agama, setara dengan posisi Sultan dalam pengertian lain.

Hamzah Fansuri yang diakui sebagai sastrawan besar kerajaan dan juga sebagai ulama hebat, menduduki jabatan Khadi Malikul Adil di awal pemerintahan Iskandar Muda. Sultan memberinya gaji dan juga membiayai penulisan-penulisan karya sastra berupa hikayat-hikayat, khazanah-khazanah hebat yang sulit ditandingi pada masa itu, masa sesudahnya, dan bahkan sampai kini.

Ini menunjukkan betapa pedulinya pemerintah terhadap tradisi literatur dan hanya pemerintah yang cerdas saja yang berbuat demikian. Maka tak heran jika tradisi menulis berkembang pesat, yang kemudian banyak lahir penulis-penulis kitab kuning yang menjadi pengangan hukum dan kitab pelajaran di balai-balai pengajian kampung serta dayah. Dari sekian banyak penulis kitab itu yang paling menonjol itu di antaranya adalah Syamsuddin As-sumatrani.

Kehebatan pengaruh dari literatur ini juga disadari oleh Iskandar Sultan Tsani, yang sengaja memanggil Ar-Raniry yang dulunya terusir pada masa berkuasanya Iskandar Muda dikarenakan saling berseberangan dengan Hamzah Fansuri yang punya paham al-wujudiah. Pada masa inilah kepala Hamzah dipenggal dan kitab-kitabnya dimusnahkan.

Tsani memanfaatkan Ar-Raniry dan mengupahnya untuk menulis Bustanussalatin (Taman Raja-raja), kitab yang berkenaan dengan sejumpit keterangan seputar kehidupan sang Sultan, adat-istiadat, peraturan istana, dan peralihan kekuasaan. Selain itu,  juga tentang keindahan taman-taman yang digambarkan bagaikan lahan surga dan juga mengambarkan kejayaan serta kemegahan lingkungan istana, sebelum Tsani diracun oleh istrinya sendiri.

Inilah masa kejayaan Aceh yang terus runtuh dan kemasyhuran itu tak kunjung bisa terulang lagi sampai sekarang. Selain cerita ngeri tentang pembantaian manusia paling besar yang pernah terjadi di sini. Berikut pula diikuti oleh hilangnya perhatian pemerintah terhadap tradisi literatur setelah dikuasai oleh orang-orang lemah dan agak bodoh, sehingga hari ke hari Aceh kian terpuruk sampai kemudian Belanda masuk memporak-porandakan semua yang ada.

Dari gambaran di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kejayaan suatu bangsa turut didukung oleh literatur serta keahlian lainnya yang berjalan secara beriringan. Hal ini pula disadari oleh bangsa dunia lainnya, yang dalam kenyataannya penulis-penulis hebat kelas dunia hanya lahir di negara-negara maju, seperti Orhan Pamuk (Tuki), Yasunari Kawabata (Jepang), VS Naipul (Inggris), dll.

Mereka orang-orang yang diperhatikan oleh pemerintah, sebagaimana Hamzah Fansuri semasa Iskandar Muda. Dengan karya-karya merekalah nama negaranya terdongkrak sampai ke penjuru dunia, lalu negara-negara tersebut mengukuhkan diri sebagai bangsa yang cerdas.

Kerja literatur adalah kerja yang lebih rumit dan berat dari mencangkul sawah, maka setelah Hamzah tak ada yang begitu kita kenal. Sastra yang bermutu hanya lahir dari kerja keras seorang yang cerdas, yang hidup mereka pada umumnya hanya mengabdikan diri pada pekerjaan berkarya semata. Ini juga bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk memajukan diri jika memang tidak ingin rakyatnya mundur dan bodoh.

Tahukah bagaimana rumitnya melahirkan karya sastra bermutu? Seorang sastrawan harus banyak paham ragam ilmu pengetahuan, mengkaji dan meneliti, dan kemudian menyiasiatinya untuk suatu tujuan perubahan dalam perilaku, sehingga karyanya membawa pencerahan. Orhan Pamuk saja membutuhkan belajar selama 30 tahun dan kerja terus-menerus, sehingga karya-karyanya seperti pancaran sinar matahari.

Aceh pun akan bangkit kembali jikalau pemerintah Aceh mau peduli terhadap sastrawan, sebagaimana dilakukan zaman kerajaan Aceh dulu. Dana yang melimpah di Aceh tidak ada salahnya dialokasikan untuk mendidik generasi mudah Aceh dan memberi apresiasi untuk mereka yang sudah berprestasi.

* Arafat Nur adalah penulis novel Lampuki, yang memenangkan sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta.

PENGANIAYAAN TEMAN

Thu, Mar 10th 2011, 10:08

Menganiaya Teman, Seorang Pelajar Ditahan

BANDA ACEH - Kamaruddin bin Abdul Muthalib (15), seorang pelajar kelas III sanggar kegiatan belajar (SKB) Banda Aceh sudah 63 hari ditahan karena menganiaya seorang teman di sekolahnya. Kemarin, Rabu (9/3), pelajar setingkat SMP ini menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.

Dalam surat dakwaan terhadap Kamaruddin, tertulis remaja ini mulai ditahan Penyidik Polresta, Banda Aceh, 4-23 Januari 2011. Kemudian penyidik meminta perpanjangan lagi kepada penuntut umum (PU). Selanjutnya mulai 22 Februari-3 Maret 2011, giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banda Aceh menahan pelajar itu.

Juwita, dari lembaga bantuan hukum (LBH) Anak Banda Aceh kemarin mengatakan dirinya sudah diminta oleh Syukri SH, hakim tunggal yang menangani perkara itu untuk mendampingi remaja tersebut. Namun, Juwita mengaku belum meminta kepada hakim tentang penangguhan penahanan Kamaruddin. Kini Kamaruddin berstatus tahanan hakim.  

Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara tersebut, Nurhalma SH mengatakan penahanan terhadap anak dibolehkan dalam UU peradilan anak. “Memang aturan hukum terhadap anak ada leg spesialis-nya, tapi dibolehkan penahanan, apalagi perbuatan penganiayaan yang dilakukan sudah termasuk bisa ditahan,” kata Nurhalma menjawab Serambi usai sidang. Namun, ia tak mau merincikan kriteria perbuatan anak yang bisa ditahan.

Isi dakwaan
Sementara isi dakwaan dibacakan Nurhalma dalam sidang tertutup di ruang sidang anak PN Banda Aceh kemarin adalah, pada 3 Januari 2011 sekira pukul 08.30 WIB, Kamaruddin bersama Auli Akbar (saksi korban) dan teman-teman satu sekolah lainnya sedang duduk di kedai di depan STM lama, Kelurahan Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.

Kemudian seorang orang tua berjalan kaki di depan mereka. Terdakwa dengan nada ejek mengatakan yang sedang berjalan itu adalah orang tua korban. Ejekan itu membuat Auli Akbar tersinggung dan menendang Kamaruddin. Selanjutnya Kamaruddin mengajak korban ke samping kedai itu dan mendorongnya ke dalam parit/got. Saat korban jatuh, Kamaruddin melempari korban dengan batu di kepalanya.

Berdasarkan hasil visum et repertum korban menderita luka robek di kepala, luka lecet di pelipis dan lengan kiri, luka lecet dibahu kiri, serta luka lecet di punggung kiri. Dalam dakwaan, perbuatan Kamaruddin dibidik melanggar Pasal 80 ayat (1) UU nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak juncto UU nomor 3 tahun 1997, tentang perlindungan anak.

Amatan Serambi, sebelum sidang, kemarin Kamaruddin ditahan di ruang tahanan khusus PN Banda Aceh atau tidak disatukan dengan para terdakwa orang dewasa. Usai sidang ia dikembalikan ke rutan anak di Lhoknga, Aceh Besar. Selain Juwita dari LBH anak, pelajar asal Aceh Timur ini juga dikunjungi oleh orang tua angkatnya.(sal)

JUSTIN BEIBER

Berita Justin Bieber

Posted in category: Celebrity at: October 6, 2010 by Make Money Online
Berita Justin Bieber – Penyanyi fenomenal kelahiran Kanada Justin Bieber harus merasakan pahitnya gosip dan berita di internet. Justin Bieber menjadi korban gosip yang menyatakan bahwa Justin Bieber adalah seorang pedofil berusia 51 tahun yang menyamar. Gosip Justin Bieber seorang pedofilia yang menyamar akhirnya terungkap kalo sebenarnya Berita Justin Bieber seorang pedofil adalah Hoax. Asal muasal hoax itu ditiupkan oleh Onion News Network (ONN), sebuah media satir parodi yang mempunyai hobby menyindir berita-berita atau peristiwa berikut tokoh yang sedang terkenal saat ini. Perlu diketahui, berita yang berasal dari ONN serta induknya, The Onion, tidak perlu ditanggapi serius. Sebab, beritanya bukanlah kenyataan meski, pembuatannya sangat meyakinkan.
Menanggapi Gosip itu, Justin bieber sendiri seakan cuek seputar Berita Terbaru Justin Bieber dengan cerita panas yang menimpa dirinya. Malah ia santai terlihat dari aktivitas Justin di akun Twitter miliknya, atas nama @justinbieber. Remaja asal Kanada ini sama sekali tak menanggapi pemberitaan palsu alias hoax bahwa dirinya adalah seorang pedofil berusia 51 tahun. Justin malah sibuk me-retweet penggemarnya dari seluruh dunia. Justin hanya menge-tweet video terbaru yang dirilis, bertajuk U Smile. Video Terbaru Justin Bieber tayang perdana pada akhir pekan lalu.

budaya indonesia


The black color on the Banjarese house in both South Kalimantan and Banjarmasin's coat of arms represent the high culture of Banjar people. As a Banjarese, it's my duty to appreciate and promote our own heritage. So from now on I will try to write about our culture.

For the first article I choose to do an overview of Traditional Architecture of Banjar people, the reason is because I've written parts of the article about this specific matter in Wikipedia, so it's easier for me. These types of houses could still be found in South Kalimantan, but unfortunately they are in a bad shape to say the least. Such a shame, because their existence resonates the glory of our past.
Not only we should preserve it for the sake of our heritage, but because this type of houses was built with great consideration and expertise. Traditional dwellings in Indonesia have developed to respond to natural environmental conditions, particularly Indonesia's hot and wet monsoonal climate. Banjarese traditional vernacular homes are built on stilts. A raised floor serves a number of purposes: it allows breeze to moderate the hot tropical temperatures; it elevates the dwelling above stormwater runoff and mud; allows houses to be built on rivers and wetland margins; keeps people, goods and food from dampness and moisture; lifts living quarters above malaria-carrying mosquitos; and the house is much less affected by dry rot and termites. "Modern" houses which most Banjarese prefer nowadays don't have that kind of sensibility.
Bubungan Tinggi:

Among the 4 Kalimantan provinces in Indonesia, South Kalimantan is the only one that depicts our traditional house in our province's coat of arm. The house in those particular coat of arms is the one named as "Bubungan Tinggi", the style of "kraton" (royal palace) with its signature
45º steep roof. In the days of our kingdom, this was the type of house that a royalty would live in (although in time this type of house were also built by commoners). The house is built with the philosophy of harmony between the upper world and the under world.

In time, Bubungan Tinggi became the symbol of Banjar culture that represents both palace and vernacular traditions. But there are other types of traditional house in Banjarese community other than Bubungan Tinggi. Fortunately, not many Banjarese know these types of house, but it's already explained in old Banjarese poem:

Bubungan tinggi wadah raja-raja,
Palimasan wadah emas perak,
Balai laki wadah penggawa mantri,
balai bini wadah putri gusti-gusti,
Gajah manyusu wadah nanang-nanangan, raja-raja atau gusti nanang


Gajah Baliku: this particular style of house was intended for the closest relatives of the ruler.



Gajah Manyusu: the type of house of the nobles or "pagustian", the ones who bore the title of "gusti".



Balai Laki: the type of house for high officials such as the ministers.


Balai Bini: they type of house for the ladies of the court, such as women of nobility and nannies of the court.



Palimbangan: the type of house for high clerics and big merchants.



Palimasan (Rumah Gajah): this type of house was where gold, silver and other precious belongings kept.



Anjung Surung (Cacak Burung): This is the type of house of commoners. The shape of this house if seen from above is the shape of a cross(+), that is why it is also known as Rumah Cacak Burung.



Tadah Alas: A development of the Balai Bini style.



Rumah Lanting: raft house which floats on the rivers of South Kalimantan.



Joglo Gudang: This type of house has the roof that is similar to Joglo (Javanese-style house), hence the name. While the name “Gudang” (which means "storehouse") was given because the lower part of the house is usually used to store things. This feature makes this type of house is the preferred style of the Chinese-ethnicity who live in South Kalimantan.



Bangun Gudang: a type of traditional house in South Kalimantan.


My biggest and endless thanks to Alamnirvana for giving us such precious photos, all credit goes to him. Semoga tuntung pandang ruhui rahayu, dingsanak lah!
Prev: Modern & Contemporary Works at LARASATI 17th Jakarta Auction
Next: Borneo or Kalimantan?

BERITA LUAR NEGERI

Otsus Menyimpan Persoalan, Pelaksanaan Otsus Papua Perlu Perbaikan

JAKARTA [PAPOS]- Ketua Pansus Otonomi Khusus Papua di Dewan Perwakilan Daerah [DPD] Paulus Suminto, MM mengatakan, pelaksanaan otonomi Papua perlu diperbaiki agar peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah timur Indonesia tersebut semakin signifikan. Bahkan Otsus dinilai masih menyimpan persoalan yang harus segera diselesaikan. Paulus Sumino dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan, sejak otonomi khusus diberlakukan di Papua sepuluh tahun lalu, telah banyak perkembangan pembangunan, termasuk tingkat kesejahteraan dan juga tingkat pendidikan meski belum siginifikan. Hal ini karena ada sejumlah kendala.
“Sepuluh tahun Otsus Papua ternyata masih menyimpan persoalan baik ideologi, kultural, maupun hukum. Karena itu semua masalah harus diselesaikan demi keberlangsungan Otsus Papua,” katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Menyelamatkan Keberlangsungan Otsus di Papua” yang digagas Pansus Otsus Papua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung DPD, Senin (28/2).
Untuk itu, menurut dia, pihaknya menggelar FGD agar dapat merumuskan solusi yang tepat bagi perkembangan Papua. “Hasil FGD ini sangat penting sebagai bahan untuk merumuskan solusi apa yang mesti segera dilakukan agar Otsus Papua benar-benar sesuai dengan jiwa dan tujuan awal yakni menyejahterakan dan memajukan rakyat di Papua-Papua Barat,” katanya.
Ketua DPD Irman Gusman mengatakan, tujuan FGD adalah mencari akar persoalan pelaksanaan otsus Papua. Sebab masalah Otsus Papua ini bagi DPD sangat strategis mengingat kelahiran UU Otsus Papua 2001 yang menjadi dasar pelaksanaan Otsus Papua. ‘’Hasil pembahasan dari DPD ini akan kami sampaikan kepada Pemerintah dan DPR,’’katanya.
Diakui Irman, selama pelaksanaan Otsus Papua yang sudah 10 tahun, ada dua hal isu pokok. Pertama soal pendistribusian hasil kekayaan yang belum seimbang antara pusat dan Papua-Papua Barat. Kedua, inkonsistensi pemerintah dalam mengatur pelaksanaannya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRP, Ruben Magai melalui telepon selularnya, kepada Papua Pos semalam mengatakan pada saat pertemuan dengan DPD-RI ada sejumlah poin yang direkomendasikan untuk ditindaklanjuti oleh DPD-RI ke pemerintah pusat. ‘’Kita berharap sejumlah poin tersebut didorong oleh ke DPD-RI disikapi dan ditindaklnjuti ke pemerintah pusat. Bagaiaman persoaan Papua diselesaikan melalui dialog.
Pada saat pertemuan tersebut menurut politisi Partai Demokrat ini, pihaknya tidak berbicara soal Papua Merdeka, tetapi yang dibicarakan pada saat itu adalah masalah kemanusian di Papua, bagaiaman agar kesejahteraan masyarakat Papua bisa lebih baik, serta masalah kemanusian bisa ditangani lebih bagus dari yang sekarang. Jadi pada saat pertemuan dengan DPD-RI di Jakarta, kemarin, kita tidak bicara Papua Merdek, juga kita bukan bicara NKRI, tetapi kita bicarakan masalah kemanusian dan kesejahteraan seluruh rakyat Papua,’’ tandasnya. [bela/ant]

Posted in Uncategorized.

Nasson Utti: Lembaga Keagamaan di Luar Tanah Papua tak Berhak Dapat Kursi MRP

Kuota Pemilihan MRP Tak Sesuai Amanat UU Otsus JAYAPURA—Kuota atau pembagian pemilihan anggota MRP tak sesuai Amanat UU No 21 Tahun 2001 atau UU Otsus. Untuk itu, Panitia Pemilihan MRP maupun Kesbang Provinsi Papua mesti tegask dan konsisten melaksanakan UU Otsus, bahwa lembaga keagamaan yang berpusat di Tanah Papua berhak memperoleh kursi.
Sebaliknya, lembaga keagamaan yang tak berpusat di Papua tak perlu mendapat kursi MRP.
Demikian dijelaskan Anggota Tim Pansus Pemilihan MRP di DPRP Nasson Utti SE kepada wartawan di Pressroom DPRP, Senin (21/2) kemarin. Menurut Angota Komisi D DPRP ini, Kesbang Provinsi Papua mesti menyampaikan kepada lembaga keagamaan yang bersangkutan bahwa anggota MRP mesti diisi lembaga keagamaan yang berpusat di Tanah Papua. “Jadi sepanjang lembaga keagamaan yang bersangkutan belum mempunyai managemen secara lengkap di Tahan Papua tak berhak mendapatkan fasilitas Otsus,” tegasnya.
Selanjutnya, tambahnya, menyangkut pembagian dana bantuan keagamaan sesuai kebijakan Gubernur Provinsi Papua bahwa hanya diperuntukan bagi agama agama besar dan diakui di Tanah Papua masing masing GKI, KINGMI, GIDI, Pantekosta, Advent, Katolik serta Islam. Kedelapan lembaga keagamaan ini berhak mendapatkan kuota 14 kursi.
Dia mengatakan, pihaknya menyarankan kepada pimpinan lembaga keagamaan di Tanah Papua, tapi berpusat di Jakarta atau di luar Papua tak berhak memperoleh kursi seperti kehadiran Gereja Pantekosta di Tanah Papua, yang masih kepanjangan dari pusat. Padahal, anggota yang duduk di MRP adalah representatif dari lembaga keagamaan di Papua serta mempunyai pelayanan di Tanah Papua.
Ditanya solusi DPRP mengatasi kebuntuan ini, menurut dia, lembaga keagamaan yang berhak mendapatkan kursi adalah Gereja yang Sinodenya di Tanah Papua. Hal ini diperkirakan menuai masalah antara lain menyangkut managemen Gereja, pelayanan dan lain lain. Sedang yang jumlah umatnya besar, tapi organisasinya ada di luar Papua secara hirarki organisasi managemen diatur pimpinan Gereja di luar Papua.
“Kalau dia berbicara soal pelayanan apabila timbul masalah dia dapat tekanan dari pimpinan organisasi diluar Papua. Hal ini tak sinkron dengan tanggungjawab dia dengan organisasi yang dia jalankan,” tandasnya. (mdc/don)
Senin, 21 Februari 2011 22:29

Posted in Uncategorized.

Kasus HAM Dilaporkan ke Utusan Kedubes AS

BIAK- Masyarakat Adat Papua di Biak, telah menyampaikan sejumah implikasi dari seluruh persoalan sosial politik yang terjadi di Papua. Baik itu pelanggaran HAM, pelanggaran kesejahteraan, terutama pelanggaran yang terjadi di era Otonomi Khusus (Otsus) yang berimplikasi kepada kegagalan Otsus. Semua persoalan tersebut disampaikan kepada sekretaris I bidang politik Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Melanie Higgins saat berkunjung ke kantor Dewan Adat Papua, khususnya di Biak. Persoalan yang merujuk pada satu hal atau solusi bagi masyarakat Papua yaitu merdeka. “ Itu yang murni keluar dari masyarakat Papua, khusus masyarakat adat di Biak, bahwa merdeka adalah satu jalan untuk penyelesaian semua akumulasi persoalan di Papua ,” kata ketua dewan adat Papua di wilayah Biak-Supiori, Yan Pieter Yarangga kepada Bintang Papua setelah pertemuan dengan utusan kedubes AS di kantor dewan adat setempat, Rabu (16/2). Menurutnya, kunjungan Melanie Higgins ke Papua, adalah salah satu keputusan konsistensi AS untuk mengawasi penyelenggaraan Otsus di Papua. Sehingga secara langsung ia harus mau mendengar dari masyarakat adat Papua tentang perkembangan Otsus yang sudah berjalan sekitar 10 tahun ini. Sejumlah masalah yang disampaikan masyarakat adat, kata Yan Pieter Yarangga, cukup signifikan, seperti kegagalan Otsus yang langsung dipresentasikan, serta beberapa kasus ril tentang insiden pemukulan TNI terhadap warga sipil yang berkaitan dengan polemik tanah, yang terkait status tanah TNI AU. Begitu juga sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan sejarah, proses pembangunan, angka kemiskinan di Papua yang semakin tinggi. Bahkan dari perempuan Papua menyampaikan korban HIV AIDS serta melonjaknya pengidap penyakit tersebut di Biak dan seluruh Papua. “ Yang disampaikan itu adalah semua masalah serius dan merupakan indikator dari apa yang disebut dengan genosida, namun kami menyesal dan sungguh sangat naïf sekali kalau AS mengatakan bahwa tidak ada genosida di Papua ,” kata ketua dewan adat yang biasa disebut mananwir beba ini. Dan kata dia, masyarakat adat Papua tetap pada posisi sangat menghargai kunjungan Melanie Higgins dan posisi AS saat ini. “ Dan pada akhirnya kami berkesimpulan dan kami sangat mengerti bahwa AS tetap mendukung kebijakan NKRI di tanah Papua. Tetapi perlu diketahui bahwa kami juga tidak akan mundur, kami akan berjuang terus sampai ada penyelesaian status politik bangsa Papua. Dan itu sudah menjadi komitmen ,” ujarnya. Namun sebagai masyarakat adat Papua yang menghendaki adanya penyelesaian status politik Papua, berharap Melanie Higgins dapat melanjutkan persoalan yang disampaikan masyarakat adat Papua kepada pemerintah AS agar diteruskan kepada pemerintah pusat di Jakarta, untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian Papua secara komprehensif. “ Sebenarnya ada banyak soal yang akan disampaikan, tapi waktunya sangat singkat. Hanya kami berkesimpulan pada beberapa indikator persoalan yang sangat substansial ,” kata mananwir beba.(pin/aj/03)
Posted in Uncategorized.

Kasus HAM Dilaporkan ke Utusan Kedubes AS

BIAK- Masyarakat Adat Papua di Biak, telah menyampaikan sejumah implikasi dari seluruh persoalan sosial politik yang terjadi di Papua. Baik itu pelanggaran HAM, pelanggaran kesejahteraan, terutama pelanggaran yang terjadi di era Otonomi Khusus (Otsus) yang berimplikasi kepada kegagalan Otsus. Semua persoalan tersebut disampaikan kepada sekretaris I bidang politik Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Melanie Higgins saat berkunjung ke kantor Dewan Adat Papua, khususnya di Biak. Persoalan yang merujuk pada satu hal atau solusi bagi masyarakat Papua yaitu merdeka. “ Itu yang murni keluar dari masyarakat Papua, khusus masyarakat adat di Biak, bahwa merdeka adalah satu jalan untuk penyelesaian semua akumulasi persoalan di Papua ,” kata ketua dewan adat Papua di wilayah Biak-Supiori, Yan Pieter Yarangga kepada Bintang Papua setelah pertemuan dengan utusan kedubes AS di kantor dewan adat setempat, Rabu (16/2). Menurutnya, kunjungan Melanie Higgins ke Papua, adalah salah satu keputusan konsistensi AS untuk mengawasi penyelenggaraan Otsus di Papua. Sehingga secara langsung ia harus mau mendengar dari masyarakat adat Papua tentang perkembangan Otsus yang sudah berjalan sekitar 10 tahun ini. Sejumlah masalah yang disampaikan masyarakat adat, kata Yan Pieter Yarangga, cukup signifikan, seperti kegagalan Otsus yang langsung dipresentasikan, serta beberapa kasus ril tentang insiden pemukulan TNI terhadap warga sipil yang berkaitan dengan polemik tanah, yang terkait status tanah TNI AU. Begitu juga sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan sejarah, proses pembangunan, angka kemiskinan di Papua yang semakin tinggi. Bahkan dari perempuan Papua menyampaikan korban HIV AIDS serta melonjaknya pengidap penyakit tersebut di Biak dan seluruh Papua. “ Yang disampaikan itu adalah semua masalah serius dan merupakan indikator dari apa yang disebut dengan genosida, namun kami menyesal dan sungguh sangat naïf sekali kalau AS mengatakan bahwa tidak ada genosida di Papua ,” kata ketua dewan adat yang biasa disebut mananwir beba ini. Dan kata dia, masyarakat adat Papua tetap pada posisi sangat menghargai kunjungan Melanie Higgins dan posisi AS saat ini. “ Dan pada akhirnya kami berkesimpulan dan kami sangat mengerti bahwa AS tetap mendukung kebijakan NKRI di tanah Papua. Tetapi perlu diketahui bahwa kami juga tidak akan mundur, kami akan berjuang terus sampai ada penyelesaian status politik bangsa Papua. Dan itu sudah menjadi komitmen ,” ujarnya. Namun sebagai masyarakat adat Papua yang menghendaki adanya penyelesaian status politik Papua, berharap Melanie Higgins dapat melanjutkan persoalan yang disampaikan masyarakat adat Papua kepada pemerintah AS agar diteruskan kepada pemerintah pusat di Jakarta, untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian Papua secara komprehensif. “ Sebenarnya ada banyak soal yang akan disampaikan, tapi waktunya sangat singkat. Hanya kami berkesimpulan pada beberapa indikator persoalan yang sangat substansial ,” kata mananwir beba.(pin/aj/03)
Posted in Uncategorized.

KDRT Jadi Kepedulian Tim Penggerak PKK

Merauke- Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Merauke, Ny. Yohana M.Mabaraka menegaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan. Sebab itu, ia mengatakan bahwa KDRT harus mendapat perhatian dan kepedulian besar dari semua pihak, tak terkecuali dari PKK Kabupaten Merauke sendiri. “Jadi kami sangat empati sekali dengan KDRT yang kerap menimpa para istri, khususnya mereka yang tinggal di kampong-kampung. Karena itu, kami berencana merancang program untuk memerangi tindakan KDRT ini,” ujar Ny. Yohanan, belum lama ini. Ditegaskan kembali Ibu Kabupaten Merauke itu, KDRT notabene sebuah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sekaligus kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk dsikriminasi terhadap korban, yakni kaum istri. Karena itu, lanjut dia, korban KDRT harus mendapat perlindungan dari Negara dan atau masyarakat. Perlindungan tersebut menurutnya penting agar korban terhindar dan terbebas dari kekerasan, ancaman kekerasan, penyiksaan serta perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. “Kekerasan terhadap perempuan dan anak acap kali kurang memperoleh perhatian public, apalagi kalau itu terjadi pada mereka yang ada perkampungan. “Oleh sebab itu kami akan membuat program yang bisa dalam bentuk adovokasi atau sosialisasi untuk membuka cakrawala kaum perempuan“ pungkasnya. (lea/don/erick) Ditulis oleh redaksi binpa Rabu, 16 Februari 2011 14:57
Posted in Uncategorized.

AS Diminta Tak Tutupi Masalah Papua

BIAK-Kunjungan Sekretaris I Bidang Politik Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat, Melanie Higgins ke Papua, merupakan salah satu wujud komitmen Amerika terhadap penyelesaian masalah-masalah yang terjadi di Papua.  Sehingga kehadiran utusan kedubes itu, diharapkan harus terbuka kepada masyarakat Papua dan jujur membawa masalah Papua untuk mendapatkan solusi internasional yang jelas. “ Mereka yang datang ini harus jujur, sehingga masalah Papua tidak ditutupi di forum internasional, sebab masalah Papua pernah dibicarakan di sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beberapa waktu lalu ,” jelas Ketua Dewan Adat Papua di wilayah Biak Numfor dan Supiori, Yan Pieter Yarangga kepada Bintang Papua, Minggu (13/2).Hal ini menanggapi kunjungan Utusan Kedubes Amerika Serikta selama beberapa hari di Biak.   Menurutnya, komitmen Amerika itu telah diwujudkan lewat kunjungan staf Kedubes Amerika ke Papua dalam rangka pengawasan dan pemantauan terhadap pembangunan di Papua. Dan dari kunjungan itu yang perlu diketahui secara langsung oleh utusan tersebut, yakni adanya kegagalan pelaksanaan UU nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua terhadap pembangunan dan kesejahteraan orang asli Papua. Dan terkait masalah hukum dan HAM terhadap orang Papua yang tidak pernah selesai, serta hak-hak dasar orang Papua yang selama ini telah dikebiri. “ Tiga hal itu pernah disampaikan pada sidang umum PPB tahun lalu, sehingga kunjungan ini harus sejujurnya mambawa aspirasi orang asli Papua dan masalah-masalah Papua yang belum terselesaikan ini ,” ujarnya. Kedatangan dan kunjungan kerja staf kedubes Amerika Serikat ke Biak dimulai 12-17 Februari 2011. Selain juga akan melakukan petemuan dengan pemerintah daerah setempat, serta dewan adat, staf kedubes Amerika itu akan mengunjungi beberapa lokasi didaerah ini, antara lain Pantai Wari Distrik Biak Utara, Biak Timur dan pulau Owi. 
Lebih lanjut hal lain, sejak kedatangan staf kedubes Amerika itu di Bandara Frans Kaisiepo Biak, Sabtu (12/2), sempat sejumlah kalangan wartawan merasa kecewa karena dilarang meliput serta mengambil gambar staf Kedubes Amerika Serikat Melanie Higgins.  “Pelarangan wartawan untuk meliput kegiatan adalah bentuk pelanggaran Undang-Undang Pokok Pers tahun 1999 karena telah menghalangi dan menghambat profesi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik ,” ujar ketua Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Papua, Viktor Mambor.
Namun menurut dia, jika nara sumber yang menolak untuk diwawancarai, hal itu harus bisa dihargai oleh wartawan. Sehingga kebenaran hal itu akan ditelusuri oleh anggota AJI yang berada di daerah ini, jika ditemukan bukti adanya pelarangan, maka AJI segera akan menindaklanjuti masalah itu sesuai aturan yang berlaku.
Popy, salah seorang reporter radio, mengakui, dirinya sangat kecewa dengan adanya pembatasan larangan meliput kegiatan kunjungan staf Kedubes Amerika Serikat saat tiba di Bandara Frans Kaisiepo. “Wartawan sudah diberitahu pejabat setempat tidak usah mengambil gambar,”ungkap Popiy dalam pesan singkat seperti dilansir Antara.
Sementara itu, wartawan Senior Biak Radot Gurning mengakui, adanya larangan wartawan meliput kegiatan merupakan bentuk pelanggaran Undang-Undang Pokok Pers tahun 1999 karena menghalangi dan menghambat profesi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. “Pelarangan liputan wartawan tidak semestinya dilakukan pihak manapun, justru masyarakat harus memberi akses kelancaran pers menjalankan profesinya,” kata sejumlah wartawan di Biak.
Secara terpisah Kepala Bagian Humas/Protokoler Pemkab Biak Harun Rumkabas ketika dikonfirmasi, Sabtu malam membenarkan adanya permintaan larangan liputan dari staf kedubes Amerika saat mendarat di Bandara Frans Kaisiepo. “Permintaan larangan liputan bagi wartawan atas keinginan pihak staf kedubes, ya teman-teman wartawan harus menghormati permintaan ini,”ujarnya. (pin/binpa/don/03)
Minggu, 13 Februari 2011 14:37  di Bintang Papua
Posted in Uncategorized.

Bahasa Dusner : Bahasa Diambang Kematian

Oleh Andreas Deda, MA (*) Ketika Spanyol menguasai Amerika latin. Bahasa asli suku pribumi yang disebut Quechea hidup diambang kepunahan. Demikian halnya ketika Amerika menguasai Hawaii. Bahasa Hawaii pun sempat mengalami detak – detak nadi terakhir di ambang kematian. Semua ini terjadi akibat kekeliruan manusia menterjemahkan konsep modernisme dan peradaban adalah absolut dibangun diatas bahasa Inggris atau Indo – European languages seperti Jerman, Italy, Perancis dan Belanda sebagai salah satu bahasa dari manusia yang disebut moderen. Misleading concept of modernism and civilization is the reason why local and regional languages are dying. (Salah penfasiran tentang konsep modernisme dan peradaban merupakan alasan mengapa bahasa daerah bisa mati). Sejarah yang terjadi didataran Eropa menjelaskan; ketika Inggris menguasai Irlandia bahasa Irish hampir mati ditelan tanah. Dibenua Afrika lebih mengenaskan lagi; bahasa Belanda dan Prancis berhasil mematikan sekitar 450 bahasa pribumi dan menjadikan dua bahasa besar ini sebagai bahasa utama atau ’the main languages of the Afrikaans’. Sehingga orang Afrika untuk beberapa dekade pernah mengalami kehidupan yang jika diumpamakan mereka adalah suatu pribadi yang berbadan, badan Afrika tetapi suara, suara Eropa, hingga akhirnya bangkit pemberontakan seperti Bob Marley dan kawan – kawan yang berusaha mengembalikan jati diri Afrika. Bahasa – bahasa Indian Amerika pernah dibawah kekuasaan Eropa mengalami hal yang sama hingga akhir abad sembilan belas. Mengutip (Deda. 2008.21 Juli) dalam media Papua tentang keberadaan bahasa; ”bahasa datang tak diundang dan pergipun tak diantar. Apabila pasang surut gelombang kekuatan dan kekuasaan menerpa maka diatas bahu para penguasa ia akan selamat, tetapi diatas pundak para penguasa ini iapun bisa berbaring pulas dalam keheningannya hingga tewas tertelan bumi”. Dan akhirnya kita mengenal istilah bahasa punah, bahasa mati, bahasa hilang, bahasa kuno dan macam – macam frase untuk menjelaskan ketidak hadiran suatu bahasa dimuka bumi. Dalam cerita Hindu dan Budha mereka mengenal bahwa ketika Brahmana menciptakan seisi bumi, maka Saraswati memberikan bahasa kepada manusia untuk mengusahakan bumi. Para penganut agama Islam dan Kristen pasti mengenal yang namanya Adam. Setelah seisi alam telah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa kemudian semua itu dibawahkan kepada Adam dan Adam pun menamai semua makhluk yang ada sesuai nama dan identitasnya. Dan sejak saat itulah bahasapun hadir tanpa disadari oleh siapapun. Bahasa daerah merupakan identitas asali dari keberadaan seseorang. Manusia dikenal kebangsaannya dari bahasa yang dituturkan. Bahasa dan daerah erat berkait dan tak terpisahkan dalam hidup dan kehidupan yang menghidupkan. Artinya setiap orang hidup didaerah menggunakan bahasa daerahnya untuk menamai setiap sumber daya alam yang ada dilingkungannya sesuai dengan nama dan karateristik yang dimiliki, dan dari interaksi antara dirinya dengan alam dimana dia ada, terciptalah kehidupan. Dan kehidupan itu dibangun diatas bahasa dan proses membahasakan alam sekitar. Pada bulan November 2010 lalu ketika mengikuti simposium internasional di Bangkok tentang Millenium Development Goals (MDGs) and Multilingual Education (Tujuan Pembangunan Millenium dan Pendidikan Multi-Bahasa) seorang professor dari Inggris, Sussane Moraine, mengatakan bahwa tujuan pembangunan millenium akan bisa tercapai apabila konsep tersebut telah dipahami dalam bahasa manusia sehari –hari dan pendidikan dengan pendekatan multilingual berbasis bahasa daerah adalah cara terbaik untuk mewujudkan MDGs. Sebab dapat dikatakan sebagai contoh bahwa pembangunan manusia Papua misalnya, bukan orang Papua dibangun menjadi seperti Inggris atau Belanda dan hidup dialam Jawa atau Makasar. Tetapi orang Papua menjadi Papua dan hidup dari sumber daya alamnya dan menjaga dan melestarikan sumber – sumber kehidupannya sendiri demi keberlangsungan anak cucu. Dan hal itu dilakukan dengan mempelajari kesamaan universal ditempat lain sebagai pendekatan pembangunan. Dan hal pembangunanan yang hakiki bisa dilakukan dengan bahasa daerahnya masing – masing karena alam dimana dia hidup pertama kali dinamai dalam bahasa daerahnya. Meminjam kata – kata dari Profesor Oktaviana, seorang professor Ilmu Sosial Budaya dari Northern Univeristy of Arizona (NUA); when you can talk and work in your language you are child of the land. (Ketika anda bisa berbicara dan bekerja dalam bahasa anda maka anda adalah anak negri). Hal ini mengandung kearifan bahwa bumi tempat kita hidup akan menghidupkan kita apabila kita mampu menjaga dan mengenal alam kita dari cara kita bekerja dan berbahasa. Karena didalam bahasalah terdapat konsep tentang dunia dan dunia itu dibahasakan dalam komunikasi setiap hari. Konsep yang kita miliki tentang alam sekitar kalau tidak bersahabat dengannya maka hancurlah alam. Inilah yang dinamakan bahwa dalam kearifan lokal terdapat hikmat dan pengetahuan pertama sebagai pemberian murni dari Tuhan untuk kelestarian alam. Khusus tentang Papua, sebelum segala pengaruh asing datang, manusia penghuni tanah New Guinea telah berada disana beratus – ratus bahkan berjuta tahun dari generasi ganti generasi, dan mereka mengenal alam mereka lebih detail sebelum orang lain mengenalnya. Dengan kata lain, sebelum ahli taksonomi datang dan mengamati alam kemudian menamai setiap spesies yang ditemui dari lingkungan dimana makhluk hidup itu berada, para pemilik negri yang hidup disana generasi ganti generasi telah menamainya lebih dulu. Dan hikmat dan marifat itu terdapat dalam bahasa daerah. Bahasa daerah itu penting, karena dengan bahasa daerahlah orang pertama kali menamai alam. Ketidak pedulian manusia dalam menghargai bahasa daerah sama dengan melupakan hikmat pertama, dan hal ini akhirnya bisa mendatangkan malapetaka besar bagi dunia. Banjir bandang Wasior menjadi bukti bahwa didalam bahasa daerah ada hikmat dan marifat yang jika diabaikan akan mencelakakan manusia. Wasior berdasarkan etimologinya berarti tanah atau tempat yang masih basah atau juga tempat yang belum kering. Tempat ini dinamai oleh penjelajah pertama di seluruh Teluk Saireri hingga Doberai yaitu orang Biak. Mereka menjelajah dan menamai tempat sesuai dengan ciri – ciri dari alam itu. Tanah yang basah berarti banyak air dan diatas tanah tersebut rawan diadakan pembangunan. Dengan tidak memahami nama dan arti yang terkandung dari kata Wasior orang membangun dan membuat kota disana, maka akhirnya malapetaka muncul berupa banjir bandang. Hal yang sama pernah terjadi di Jayapura pada tahun 2000 ketika banjir menutupi Perumnas IV Padang Bulan Sosial. Tempat itu dalam bahasa Sentani disebut Rebali yang merupakan juga wi yobe ”sungai nenek moyang” Rebali berasal dari dua suku kata yaitu re ”rawa” dan ebeli artinya panjatkan,atau secara lurus tertinggal. Rebali adalah nenek moyang yang jatuh tertinggal sebagai rawa. Dan tempat tersebut tidak cocok untuk pembangunan.Namun karena hikmat dan pengetahuan introduktif yang bersifat asing dan tidak bersahabat dengan alam maka terjadilah malapetaka itu. Dan untuk dua hal ini jika dibandingkan dengan pendekatan pembangunan masa pendudukan Belanda, mereka menghargai benar bahasa daerah. Dan dengan mempelajari hikmat lokal tersebut dua tempat yang disebutkan diatas tidak diijinkan untuk pembangunan pada waktu itu. Hari ini banyak bahasa daerah yang terlupakan oleh generasi muda di tanah Papua. Mempelajari bahasa daerah dianggap kuno dan ketinggalan jaman.Namun andaikan kita bisa mencari hikmat dari masalah lalu untuk membangun kebesaran kita sebagai manusia mengapa kita harus melupakan bahasa itu. Sebagai refleksi andaikan kita bertanya; apakah tujuh keajaiban dunia yang diagung – agungkan sebagai salah satu sumber devisa negara dibangun disaman tekhnologi canggih?. Dimanakah hikmat dan marifat seperti itu terdapat? Hikmat dan pengetahuan untuk membangun kebesaran itu terdapat dalam bahasa mereka. Bertolak dari penjelasan diatas, tulisan ini ingin mengingatkan bahwa Papua sebagai laboratorium penelitian bahasa yang diincar dunia dan dikejar oleh para ahli. Perlu diberikan perhatian yang serius agar perlindungan dan pelestarian bahasa daerah menjadi tanggung jawab kita bersama baik pemerintah, pemerhati bahasa dan juga masyarakat pemilik. Gubernur Papua, Barnabas Suebu SH, pada konferensi internasional tentang bahasa dan budaya Papua tahun lalu telah menunjukan keseriusannya sebagai pemerintah dengan mengakomodir bahasa daerah dalam perhatian pemerintah lewat pendidikan. Hal ini harus menjadi gayung bersambut antara semua stakeholders. Mengapa kita harus takut untuk menggunakan bahasa daerah? Deklarasi PBB tanggal 13 September 2007 tentang Hak – Hak Masyarakat Adat pada pasal 13 ayat 1 & 2 menyatakan masyarakat adat mempunyai hak untuk menggunakan dan mewariskan bahasa daerah, dan negara berkewajiban untuk melindungi hak berbahasa tersebut. (Dalam deklarasi tersebut Indonesia sebagai negara bhineka tunggal ika hadir dan mendukung penuh deklarasi tersebut). Di samping itu, Undang – Undang Otonomi Khusus Papua Pasal 58 ayat 1 dan 3 menyatakan; (1) bahwa Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan dan memantapkan jatidiri orang Papua, dan ayat (3) menegaskan bahwa bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di jenjang pendidikan dasar sesuai kebutuhan. Namun sangat disayangkan bahwa saat ini sebagian bahasa – bahasa Papua dengan belum sempat diwariskan kepada generasi penerusnya dia akan punah untuk selamanya. Sebagai salah satu contohnya adalah bahasa Dusner. Bahasa Dusner akan mengalami kepunahan dalam waktu dekat. Bahasa Dusner adalah bahasa Papua yang dituturkan oleh orang Papua di Kabupaten Teluk Wondama kampung Dusner. Bahasa ini berhasil diidentifikasi oleh Mahasiswa Fakultas Sastra jurusan linguistik Universitas Negeri Papua, Manokwari. Dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada 12 – 25 Januri 2011 dikampung Dusner, mereka menemukan bahwa penutur bahasa Dusner tinggal 3 orang dan semuanya berusia antara 76 hingga 80 tahun. Kampung Dusner memiliki jumlah penduduk sebanyak 236 orang dengan jumlah laki – laki sebanyak 117 dan wanita sebanyak 119, dari jumlah tersebut hanya 2 orang nenek dan satu orang tete yang bisa berbahasa Dusner yang lainnya tidak bisa sama sekali. Penelitian ini hanya mampu merekam daftar kata – kata dari bahasa tersebut dan itupun telah tercampur baur dengan bahasa Wamesa atau Wandamen. Dusner artinya ”Tanah Suci” kampung ini menurut sejarahnya adalah kampung yang pernah menyimpan cerita tentang pergulatan Injil dan budaya. Mengapa bahasa ini bisa mengalami kepunahan?. Dari hasil bincang – bincang dengan para penduduk di Dusner di informasikan bahwa bahasa tersebut oleh guru – guru penginjil dari Ambon dikatakan sebagai bahasa kafir sehingga tidak boleh dituturkan oleh generasi selanjutnya. Hal ini seirama dengan apa yang dijelaskan oleh Kamma (Ajaib di Mata Kita III.414 -416); guru – guru Ambon dan Sangir dari GPI mengalami masa penggodokan yang singkat dan hanya sebagai guru katekisasi dan kadang – kadang pun tidak. Pendidikan teoloogi mereka serba singkat, tetapi sikapnya terhadap kebudayaan Papua agak agresif. Semua unsur kebudayaan Papua mereka golongkan kedalam ”kekafiran” yang wajib mereka berantas. Dan sesungguhnya tentang pandangan seperti ini sejak masa I.S. Kijne, 1925, sebagai peletak dasar peradaban Papua telah diprotesnya. Untuk hal tersebut Kijne menulis satu bab yang berjudul: ”Dasar kepastian segala sesuatu yang kita harapkan”. Didalamnya dinyatakan dengan jelas: ”Marilah kita bayangkan bahwa kita para zendeling telah datang di Papua ini, dan sesudah beberapa waktu kita telah mengira bahwa setidak – tidaknya di medan zending ini kerajaan Allah telah datang dengan segala kemuliaannya….. .Dimanapun dan dalam hal apapun mudah terjadi kemacetan. Orang bisa saja mempertahankan hal yang lama, tapi kalau demikian dimanakah letak unsur hidupnya? Dalam hal itu orang akan memegang unsur dimasa awal zending. Tidak adakah cukup harapan untuk benar – benar melepaskan itu juga dan hidup secara sungguh – sungguh?”. Kijne melihat cara pandang yang membagi Tradisionalisme dan Formalisme sebagai hal yang mematikan karena menganggap semua tradisi budaya lama adalah kafir. Menurut Kijne: ”tidak hidup dengan iman dan dengan mendengarkan Firman Allah selamanya menyebabkan orang kembali mencari dan berusaha menyingkapkan rahasia: pengetahuan yang rahasia, kuasa yang rahasia. Itulah yang dinamakan ”kekafiran” yang mesti diperangi. Pemikiran yang benar – benar dinamis menggumuli kenyataan dan mengarahkan perhatian dan tenaganya kepada kekuatan – kekuatan sosial yang mesti dirangsang atau digerakan. Jadi bukan dengan menuturkan bahasa tersebut dianggap Kafir.Mengakhiri tulisan ini ingin dikatakan bahwa kekeliruan konsep tentang modernisme, peradaban dan kekafiran adalah penyebab matinya bahasa – bahasa lokal. Akhirnya, semoga Dusner ”Tanah Suci” menjadi peringatan bagi manusia penghuni negeri Cenderawasih untuk melestarikan keindahan dan keragaman bahasanya dibumi yang diwariskan Tuhan ini. (*) Kepala Pusat Penelitian Bahasa dan Budaya (PUSBADAYA) Papua dan Dosen Linguistik Fakultas Sastra UNIPA, Manokwari.
Posted in Uncategorized.

Tiga Terpidana Video Kekerasan Terima Putusan Majelis Hakim

Sejak 1 Februari Kemarin Jalani Hukuman di Rutan Militer Jayapura –Setelah berpikir selama satu minggu  sebagaimana waktu yang diberikan majelis hakim,  akhirnya ketiga terpidana kasus video kekerasan TNI terhadap warga sipil di Kampung Gurage, Distrik Tingginambut, Puncak Jaya Mei 2010 lalu,  menyatakan menerima vonis hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura yang diketuai Letnan Kolonel CHK Adil Karo karo. Hal ini sebagaimana diungkapkan, salah satu Kuasa Hukum dari ketiga terpidana , Kapten CHK Soni Oktovianus SH. “Inilah tanggung jawab mereka sebagai prajurit, dimana mereka mengakui kesalahan mereka dan siap bertanggung jawab,” kata Soni ketika ditemui wartawan di Pengadilan Militer III-19, Dok V, Selasa (1/1) kemarin.  Dengan diterimana putusan ini lanjutnya, maka  ketiganya  terhitung mulai 1 Februari 2011 sudah bisa menjalani hukuman yang dijatuhkan majelis hakim, di Rumah Tahanan Militer Waena.Ketiga terpidana dijerat pasal 103 ayat 1 jo ayat (3) ke-3 Kitab Undang Hukum Pidana Militer, tentang melawan perintah atasan yang dilakukan secara bersama-sama. Ketiganya divonis hukuman berbeda, Sersan Dua Riski Irwanto yang merupakan Wadanpos Gurage divonis 10 bulan penjara potong masa tahanan, Prajurit Satu Yapson Agu divonis 9 bulan penjara, sementara Prajurit Satu Thamrin Mahangiri divonis 8 bulan penjara potong masa tahanan. Kepala Oditur Militer III-19 Jayapura, Letkol Sus Arwin Hidayat mengatakan tidak akan melakukan banding atas kasus ini. Dengan pertimbangan, vonis yang dijatuhkan tidak terlalu rendah dari tuntutan Oditur. “Kalau hukumannya sangat jauh atau terlalu rendah itu bisa diajukan banding, berpegang pada tuntutan secara aturan hukum kita tidak akan ajukan banding,” katanya kepada wartawan kemarin.
Sebelumnya ketiga terdakwa dituntut hukuman berbeda, Serda Riski Irwanto dituntut 12 bulan penjara potong masa tahanan, Pratu Yapson Agu dituntut 10 bulan penjara, sedangkan Pratu Thamrin Mahangiri dituntut 9 bulan penjara potong masa tahanan.
Ditanya bagaimanakah apabila nanti ditemukan bukti baru dalam kasus ini, misalnya korban dihadirkan, Arwin mengaku, sesuai aturan hukum acara pidana ada istilah Nebis in Idem, bahwa seseorang tidak bisa dijatuhi hukuman dua kali untuk kasus yang sama.
“Kecuali bukti baru dengan terdakwa yang baru tapi dalam kasus yang sama, maka bisa diajukan ke persidangan,” terang Arwin.
Sementara Kepala Panitera Pengadilan Militer III-19, Kapten CHK Zwastika menuturkan hingga batas waktu yang diberikan majelis hukum untuk berpikir kepada ketiga terdakwa yakni sejak vonis hakim, Senin (24/1) hingga Senin (31/1), dari pihak Oditur maupun kuasa hukum tidak mengajukan upaya hukum banding. Sehingga menurut dia, kasus ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Terhitung hari ini (kemarin) sudah tidak bisa lagi diajukan upaya hukum banding maupun kasasi. Sehingga dianggap kasus ini sudah selesai dan memiliki kekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Adapun putusan yang dijatuhkan berbeda-beda, ungkap Zwastika, berdasarkan perbuatan masing-masing terdakwa yang terungkap dalam persidangan. Dia mencontohkan, Serda Irwan yang dituntut lebih berat sebab terdakwa merupakan Wadanpos yang bertanggung atas setiap kejadian yang terjadi di Pos. Sedangkan Yapson Agu divonis lebih berat dari Thamrin karena, perbuatan yang dilakukan lebih berat, dimana dialah yang menyulut kemaluan korban dengan api, sementara Thamrin dalam kasus ini hukuman lebih ringan karena hanya mengikat dan menendang korban.
Kasus penyiksaan yang sempat heboh di dunia maya melalui situs Youtube ini terjadi 27 Mei 2010 lalu, dimana saat itu ketiga terdakwa yang merupakan anggota Batalyon Infanteri Arga Vira Tama Nabire ini sedang bertugas di kampung Gurage, Distrik Tingginambut, Puncak Jaya. Daerah ini memang dikenal sebagai basis TPN/OPM pimpinan Goliat Tabuni. Hari itu sekitar pukul 12.00 siang, ketiga terdakwa bersama 11 anggota lainnya yang sedang berada di pos, tiba tiba terusik saat melihat sepeda motor yang dikendarai tiga orang melintas di depan pos menuju kota Mulia. Apalagi saat melihat sepeda motor tersebut mati, anggota yang berjaga kemudian suruh merapat di pos. Saat berada di pos itulah, terdakwa Irwan Riskianto (Wadanpos) melihat salah satu korban, Anggun Pugukiwo memakai kalung biru yang ditandai sebagai anggota kelompok separatis.
Melihat kecurigaan itu dia bersama dua terdakwa lainnya yang berada di depan pos melakukan interogasi dengan membawa kedua korban, Anggun Pugukiwo dan Telenggen Gire ke belakang pos, dan menanyai identitas keduanya, sementara tukang ojek disuruh pulang. Korban Anggun Pugukiwo diketahui memiliki dua KTP dan berdasarkan informasi masyarakat diketahui Anggun Pugukiwo merupakan anggota kelompok separatis yang sering berbuat onar, melakukan pemalakan terhadap kendaraan yang melintas di wilayah itu.
Ketika diinterogasi korban Anggun Pugukiwo memberikan jawaban yang berbelit-belit menyebabkan ketiga terdakwa emosi dan melakukan tindakan keras, korban ditelanjangi hanya menggunakan celana dalam, lalu disuruh telentang di atas tanah. Dengan kepala ditutup plastic hitam, bahkan terdakwa Yapson menyulutkan kayu yang sudah dibakar ke kemaluan korban hingga bulu-bulu korban terbakar. Tidak hanya itu, ketiganya secara bergantian menginjak muka korban dengan menggunakan sandal, dan menodongkan senjata di leher korban.
Hingga akhirnya korban mengaku dan memberitahukan kalau terdapat pucuk senjata yang disimpan Goliat Tabuni dan kawan-kawan yang disimpan di kandang babi. Selanjutnya, korban Telenggen Gire dipulangkan sementara Anggun Pugukiwo masih ditahan di Pos. Korban lalu diobati lukanya, dimandikan, dan diberi makan. Namun, malam sekitar pukul 03.00 dini hari diketahui korban telah melarikan diri dari pos. (ar/don/03)
Selasa, 01 Februari 2011 15:50

Posted in Uncategorized.

West Papua Refugees Crises: Update per 29 January 2011: 34 More Arrested

New updates from Vanimo Police Detention, Barias Yikwa, Coordinator of West Papua Refugee Relief Association (WPRRA) for Vanimo Station reported today’s development of West Papua Refugees Crises in Vanimo Police station that
34 more West Papuan Refugees were arrested and detained at the Sandaun Police Station in Vanimo today.

Posted in Uncategorized.

Armed Gangs in Army and Police Uniforms surrounded and burned down Houses and Gardens of West Papuan Refugees in Vanimo, Sandaun Provinsi of the Commonwealth State of Papua New Guinea

Full Press Release and Background Information, Click Here[.doc] or [.txt] Reports received from West Papua Refugees currently settled in Vanimo, Sandaun Province of Papua New Guinea says armed gangs wearing uniforms of Papua New Guinea Defence Force and Police burned down 19 houses of the refugees and totally destroyed their gardens (crops) using spades and guns yesterday 23 January 2011 9 .
The 19 houses were surrounded by the armed gangs since 1:00 am local time and the attack to the houses began at 04:00 am, arresting men, women and children, burning their houses and destroying all the eatible crops around.
The coordinator of the refugee residence in Vanimo, Barias Yikwa and his fellow elder Chaleb Wenda with their family members in total of 73 men, women and children were arrested and currently at the Vanimo Police Station and nobody knows what is happening to them.
West Papua Refugee Relief Association (WPRRA) in Vanimo hereby requests:
  1. the PNG government to investigate the armed gangs who carried out inhuman operastions against refugees who already took refugee in PNG due to the Indonesian brutalities in the western half of our New Guinea Island.
  2. the Government of the Republic of Vanuatu, the Government of the Republic of Senegal and the Commonwealth State of New Zealand to assist these displaced West Papuan refugees to seek assylum in a third country.
  3. The civilised and democratic international community to assist in ensuring the fundamental rights of West Papuans in Papua New Guinea are respected and protected according to the international law on refugees and human rights.
  4. International Lawyers for West Papua (ILWP) to launch an international investigation into the inhuman and brutal attacks by armed gangs against West Papuan refugees.
Yours sincerely,
Barias Yikwa, Vanimo Coordinator Elimar Gombo, Chair, Port Moresby

Posted in Uncategorized.